CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, 19 November 2008

Sejarah Singkat Atletik di Indonesia


Awal sejarah Atletik di Indonesia tercatat pada permulaan tahun 1930-an, ketika Pemerintah Hindia Belanda memasukkan Atletik sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah-sekolah. Di kalangan masyarakat pada waktu itu cabang olahraga ini belum tersebar luas, karena hanya dikenal di lingkungan pendidikan saja. Walaupun demikian, masyarakat lambat laun mengenal sifat dan manfaat Atletik ini dan dari hari ke hari penggemarnya bertambah.

Oleh kalangan Belanda telah dibentuk sebuah organisasi, yang akan menangani penyelenggaraan pertandingan-pertandingan Atletik dengan nama Nederlands Indische Athletiek Unie (NIAU).

Di Medan pada tahun 1930 - an juga telah berdiri sebuah Organisasi bernama Sumatera Athletiek Bond (SAB), yang menyelenggarakan perlombaan-perlombaan Atletik antar sekolah Mulo, HBS dan perguruan-perguruan swasta.

Perkembangan Atletik di Pulau Jawa ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi Atletik seperti ISSV Hellas dan IAC di Jakarta, PAS di Surabaya dan ABA di Surakarta.

Dalam mengikuti sejarah pertumbuhan dan perkembangan Atletik diperoleh kesimpulan bahwa Atletik Indonesia masih berumur setahun jagung. Akan tetapi berkat perananan NIAU pada zaman Belanda telah tampil bintang-bintang Atletik Indonesia yang dapat diandalkan, seperti Effendi Saleh, Tomasoa, Mochtar Saleh, M. Murbambang, Harun Al Rasyid, Mohd. Abdulah dan F.G.E. Rorimpandey.

Dengan mencapai loncatan setinggi 1,86 m, Harun Al Rasyid berhasil mencetak prestasi yang mengagumkan, sedang Nur Bambang dengan kecepatan 10.8 detik dalam lari 100 m mengukir prestasi terbaik di Indonesia.

Baik hasil yang telah dicapai oleh Harun Al Rasyid maupun hasil Nurbambang baru belasan dan puluhan tahun dapat diperbaiki oleh atlet-atlet Indonesia. Selama pendudukan Jepang kegiatan cabang olahraga Atletik praktis terhenti. Dengan terbentuknya Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) pada awal tahun 1946, bagian Atletik dalam PORI segera menghidupkan kegiatan cabang olahraga menuju perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia yang baru merdeka.

Usaha nyata dibuktikan dengan terbentuknya Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) pada tanggal 3 September 1950 di Semarang. Kegiatan pertama tercatat pada akhir tahun 1950 juga dengan mengadakan perlombaan Atletik di Bandung.

Perlombaan tersebut sekaligus dimaksudkan sebagai persiapan atlet-atlet Indonesia menghadapi Asian Games I pada tahun 1951 di New Delhi. Organisasi Induk PASI telah diterima sebagai anggota Atletik Internasional (IAAF).


Beberapa Catatan Prestasi

Seperti telah diterapkan di atas tadi, lompatan Harun Al Rasyid di zaman Belanda adalah 1.86 m. Pada PON I tahun 1948 di Solo, Sudarmajo mencapai lompatan setinggi 1.80 m, sedang pada PON II tiga tahun kemudian di Jakarta hasilnya dapat ditingkatkan menjadi 1.85 m. Bertolak dari hasil inilah peloncat tinggi asal Solo dan yang kemudian membela nama Jawa Barat ini dipersiapkan ke Asian Games I tahun 1951 di New Delhi, partisipasi pertama Indonesia di gelanggang Asia setelah memperoleh kemerdekaannya.

Menurut ketentuan, dalam loncat ujian (kualifikasi) di New Delhi harus dicapai loncatan 1.87 m, dalam hal mana 6 orang peserta dinyatakan gugur, karena tidak berhasil mencapai batas tinggi yang diharuskan itu.

Dalam babak kualifikasi ini Sudarmojo berhasil baik dan dengan demikian dapat maju ke babak finale.

Dalam Asian Games I Tim Atletik Indonesia telah berhasil 5 medali perunggu sebagai berikut :

1. Lompat Tinggi

Sudarmojo

2. Lompat Jangkit

Hendarsin

3. Lempar Lembing

Matulessy

4. Lempar Cakram

Anni Salamun

Prestasi Nurbambang 10.8 m dalam lari 100 m baru dapat diperbaiki oleh sprinter M. Sarengat pada Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta dengan catatan 10.5 detik dan dengan demikian menjadi pelari tercepat Asia.

Selanjutnya dicatat beberapa pemecahan rekor nasional pada persiapan Asian Games IV dan Ganefo tahun 1963. Untuk menghadapi Olympiade Tokyo tahun 1964 dalam Asian Tour telah dipecahkan 6 rekor nasional, hal serupa diperoleh pada waktu Asian Games V tahun 1966 di Bangkok. Akan tetapi prestasi-prestasi tersebut belum dapat menyaingi prestasi Asia.

JENJANG ORGANISASI:

Pada mulanya anggota PASI JAYA adalah Pengurus Cabang yang disngkat Pengcab PASI terdiri dari lima wilyah kota yaitu :

Pengcab PASI Jakarta Utara, Pengcab PASI Jakarta Timur, Pengcab PASI Jakarta Selatan, Pengcab PASI Jakarta Pusat dan Pengab PASI Jakarta Barat, yang notaben keberadaan Pengcab tersebut berada dibawah naungan KONI Wilayah, dan SUDIN Olarhaga. Karena keterbatasan sarana maka dari lima Cabang tersebut hanya ada dua Cabang yang bergerak aktif yaitu PASI Cabang Jakarta Pusat dan PASI Cabang Jakarta Selatan.

Sesuai dengan Kongres PASI Tahun 1973, keberadaan Pengcab PASI lima Wilayah dihapuskan dan sebagai gantinya rentang Organisasi adalah Club / Perkumpulan Atletik sebagai anggota dari PASI JAYA.

Lari Jarak Jauh Membuat Tulang Rapuh


London, Sinar Harapan
Lari memang olah raga menyehatkan. Namun kalau mengikuti kemajuan penelitian medis terbaru, agaknya para pecinta olah raga lari jarak jauh seperti maraton harus berolahraga lebih keras atau menambah konsumsi gizinya jika tak mau menderita kerusakan tulang. Nasihat ini muncul berdasar hasil riset terbaru yang menyatakan bahwa lari jarak jauh bisa menyebabkan kerusakan tulang.
Penelitian yang diadakan ilmuwan Inggris belum lama ini menyebutkan, pada banyak kasus para pelari jarak jauh mempunyai tulang yang lebih lemah dibanding tulang kebanyakan orang.
Riset ini, seperti diberitakan BBC News, sangat bertentangan dengan anggapan banyak ahli medis bahwa berlari bisa meningkatkan kekuatan tulang dan menghindari osteoporosis serta patah tulang.
Adalah tim ilmuwan dari University of East London yang telah melakukan riset pengukuran terhadap kepadatan tulang belakang dan pinggul pada 52 perempuan yang dalam satu minggu berlari sejauh lima hingga 70 kilometer. Semua partisipan yang berusia antara 18 dan 44 tahun itu sama-sama belum memasuki masa menoupase.
Para peneliti juga mendata jenis makanan apa saja yang mereka konsumsi selama satu minggu, yakni mencakup kandungan nutrisi dan mineral seperti seng, magnesium dan kalsium. Ketiga nutrisi ini sangat besar peranannya terhadap pertumbuhan kesehatan tulang. Mereka juga mendata faktor lain yang berpengaruh pada tulang, yaitu bobot tubuh, siklus menstruasi atau konsumsi hormon tambahan.
Hasilnya, perempuan yang lebih banyak berlari justru memiliki massa tulang lebih rendah dibanding mereka yang jarak tempuh larinya lebih kecil. Ada kira-kira sejumlah persentase kecil massa tulang yang berkurang dalam setiap jarak tempuh sepuluh kilometer.

Akibat Diet
Setelah diadakan analisis faktor gizi, diketahui tidak terjadi kesalahan konsumsi sejumlah nutrisi yang penting bagi tubuh. Namun dari sini didapati pula bahwa konsumsi magnesium yang tinggi dengan kadar seng lebih rendah mampu membuat massa tulang di sekitar paha lebih baik. Hal ini disebabkan magnesium cukup penting bagi aktivitas hormon tiroid. Sementara seng sendiri sebenarnya berguna bagi stimulasi sistem kekebalan tubuh ketika tulang sudah mulai rapuh di usia lanjut.
Menurut Dr.Melanie Burrows, pemimpin riset tersebut, para atlit yang melakukan banyak olah raga seperti cabang olah raga senam, angkat berat dan bola voli, di mana tubuh melakukan dorongan sebesar sepuluh kali lipat dari berat badan, mempunyai massa tulang lebih tinggi dibanding dengan yang melakukan dorongan hanya lima sampai sepuluh kali berat badan. Aktivitas terakhir itu termasuk di dalamnya lari jarak jauh.
Walaupun aktivitas lari melibatkan banyak gerakan kaki yang menahan berat badan di tanah ternyata besar dorongan yang ditimbulkan lebih kecil dan tidak mampu merangsang pertumbuhan tulang.
”Diperlukan lebih banyak aktivitas atau gerakan tubuh yang lebih keras lagi untuk menurunkan hubungan eksak antara lari jarak jauh dengan rendahnya masa mineral tulang,” ujar Burrows. Ia juga mengatakan, persoalan terletak pada para pelari jarak jauh yang sering melakukan kebiasaan diet ketat.
Para pelari maraton, misalnya, kerap melakukan diet demi menjaga penampilan. Mereka termakan oleh mitos yang mengatakan bahwa pelari seharusnya bertubuh ramping dan kurus. Lebih dari itu tubuh ramping identik dengan kelincahan dan mengurangi beban di waktu berlari. ”Padahal saat kita berlari, terlebih lari jarak jauh, kita mengeluarkan lebih banyak energi dibanding kebanyakan orang,” komentar Burrows.
Bukan berarti hasil riset ini membuat orang tidak boleh lagi melakukan aktivitas lari jarak jauh. Selama itu diimbangi dengan latihan dan konsumsi gizi yang tepat maka imbas kerapuhan massa tulang masih bisa diminimalkan. Demikian hasil penelitian yang secara rinci dipublikasikan dalam British Journal of Sports Medicine terbaru.(mer)

Bulu Tangkis Lebih Dikenal Sebagai “Backyard Games”

badminton
OLAH raga bulu tangkis termasuk salah satu cabang olah raga tua yang hadir di belantara olah raga dunia. Tetapi, siapa sangka olah raga ini masih asing bagi sebagian besar telinga masyarakat AS.

Selama ini bulu tangkis lebih dikenal sebagai permainan di halaman belakang rumah (backyard games). Kalau pun saat ini mengalami pekembangan, itu karena kehadiran para kaum pendatang, terutama dari Asia. Tak heran, di tim AS yang tampil di Kejuaraan Dunia 2005, sebagian besar kekuatan utama mereka adalah para pendatang dari Asia seperti Tonny Gunawan, Khan Bob Malaythong, Raju Rai, Eric Go, Ronald Sou, Mesinee Mangkalakiri.

Padahal kalau kita membuka kembali perjalanan sejarah bulu tangkis dunia, bulu tangkis AS pernah ikut meramaikan peta kekuatan bulu tangkis internasional, terutama di sektor putri. Tim putri AS pernah merebut Piala Uber pada tahun 1957 dan 1960.

Sementara di sektor tunggal putri, prestasi pemain mereka justru lebih hebat dibanding tunggal putri Indonesia. Jika Indonesia hanya menempatkan Susi Susanti sebagai juara All England 1990, 1991, 1993 dan 1994, AS pernah memperlihatkan dominasinya di sektor tunggal putri dengan merebut gelar juara dari tahun 1952 hingga 1967 (kecuali tahun 1965).

Jika melihat pada karakteristik olah raga yang digandrungi masyarakat di AS, sebenarnya bulu tangkis juga memiliki aspek-aspek yang bisa membuat masyarakat di AS menyenanginya.

Selama ini olah raga yang banyak digemari masyarakat di negara “Paman Sam” tersebut adalah olah raga yang menyuguhkan aspek-aspek atraktif dan kecepatan, seperti yang diperlihatkan di cabang olah raga bola basket, rugbi, bisbol, tenis atau tinju.

Padahal bulu tangkis diklaim sebagai olah raga yang memiliki pukulan raket paling cepat yakni lebih dari 320 kilometer per jam. Permainan ini juga sering menyuguhkan pemandangan atraktif seperti jumping smash, atau cover lapangan yang cukup memikat.

Banyak penonton tuan rumah yang sengaja datang ke “Arrowhead Anaheim” (tempat berlangsungnya Kejuaraan Dunia 2005), tercengang dengan pemandangan di hadapan mereka. Dengan raket seberat 3,5 ons di tangan, para pemain terbaik dunia berlaga di lapangan dengan atraktif. Mereka melompat, kemudian maju dan mundur, ke kiri atau ke kanan. Gerakkan ini jauh lebih cepat dibanding hal yang sama dilakukan di cabang tenis lapangan.

“Benar-benar olah raga yang membutuhkan usaha dan kemampuan untuk bisa terlibat di dalamnya,” ujar penonton, David Turner.

Walau demikian, untuk mendatangkan orang-orang seperti Turner ke pinggir lapangan, tidaklah mudah bagi pihak panpel Kejuaraan Dunia 2005. Mereka terpaksa harus menjual tiket ke komunitas Asia di kawasan Orange County dan Los Angeles. Itu pun dilakukan melalui klub-klub rekreasi, bahkan melalui gereja.

“Kamu tidak bisa mengharapkan penonton penuh,” ujar Manajer Anaheim Arena, Mike O’Donnell. “Kami juga mendapat bantuan dari IBF, untuk memperkenalkan kepada masyarakat di AS olah raga yang banyak dikenal di Asia dan di Eropa,” lanjutnya.

O’Donnell mengakui, setiap harinya sekira 3000 penonton datang ke tempat pertandingan, dan diharapkan jumlah ini akan meningkat menjadi 5000 orang saat memasuki babak semifinal dan final.